[FANFICTION] Last Gift

Cast : Lee Jinki, Lee Eun Jae



Entah kenapa, rasanya tidak bisa tidur semalam. Apa karena kemarin? Entahlah, tapi hari ini aku bangun pagi sekali. Hari ini cerah, mungkin untuk menggantikan cuaca kemarin yang mendung dan akhirnya hujan padahal hatiku sedang cerah. Tapi, tetap saja perasaanku aneh sekali.

-flash back-

                Sudah kupersiapkan semuanya sejak malam sebelumnya. Rasanya gugup sekali untuk bertemu dengannya hari ini. Aku bahkan hampir satu jam memilih-milih pakaian yang akan kukenakan.
                Aku sedikit terlambat ke acaranya, tapi dia tetap tersenyum ketika aku datang membawakannya bingkisan mungil dengan pita hijau, warna faforit kita berdua. Aku segera menuju kearahnya, mengucapkan 'saengil chukkahamnida', memuluknya erat dan memberikan hadiah spesial itu. Aku memintanya membuka hadiah mungil dariku, dan matanya berkaca-kaca. Aigo~ rasanya mataku juga berkaca-kaca ^o^
                Ia memelukku erat sekali dan aku balas memeluknya. Sempat kubisikan 'saranghae' padanya dan rasanya airmatanya menetes mengenai pundakku, sederas itukah?
                Pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas ini meriah sekali, tapi rasanya aku sudah datang terlambat sekali? Semua temannya hadir, beberapa temanku juga hadir. Hujan sempat turun, sial padahal aku sedang senang karena dia mau mengenakan cincin pemberianku.

-flash back end-

                "Yeoboseyo. Oppa aku ingin bertemu denganmu sekarang." kata Eun Jae dari seberang.
                "Ne. Tapi ada apa, jagi?" tanyaku memastikan karena aku merasa ada sesuatu yang aneh. Mungki firasatku pagi ini benar.
                "Sudahlah, nanti kujelaskan."
                "Ne, sarang..." belum selesai aku menyelesaikan kalimatku dia sudah menutup telponnya. Sepetinya memang ada yang tidak beres.

                Aku bergegas menemuinya. Ia memintaku menemuinya ditempat kita biasa bertemu. Saat tiba disana Eun Jae sudah menunggu.
               
                “Wae, jagi?” sudah jadi kebiasaanku langsung bicara pada topik pembicaraan. Dia diam saja dan terus tertunduk.
                “Ini tidak bisa kita lanjutkan.” kata Eun Jae, terdengar ia seperti menangis.
                “Hah? Apa maksudmu?” tanyaku tidak mengerti.
               “Semuanya tidak bisa kita lanjutkan, oppa.  Semuanya harus berakhir.” air matanya semakin deras mengalir.
                “Tidak bisakah kita bicarakan dulu? Apa aku membuat kesalahan? Katakan saja, aku mohon.” Aku memohon padanya dan dia hanya menggeleng pelan.
“Tidak ada kesalahan yang kau lakukan, oppa. Sungguh, kau melakukan semuanya dengan baik. Tapi aku harus pergi, ini benar-benar harus berakhir sampai disini.”
“Aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa? Jelaskan padaku kenapa?” lagi-lagi dia hanya menggeleng dan menyerahkan padaku bingkisan mungil lengkap dengan pita berwarna hijau.
“Aku tidak bisa menerima ini.” Ia bangkit hendak pergi, tapi aku menahannya. Aku memeuluknya erat sekali.
“Ini untukmu, hadiah terakhir dariku sebagai kekasihmu. Mungkin aku bukan lagi yang mengisi hatimu, tapi apapun yang kau butuhkan akan kuberikan.” bisikku pelan. Lagi-lagi air matanya terasa sampai di pundakku.


Sudah hampir dua bulan lamanya aku tidak bertemu lagi dengan Eun Jae. Sehari setelah perpisahan kami, aku baru sadar ia harus pergi keluar negeri untuk sekolah dan melanjutkan hidupnya disana. Aku memang bukan lagi kekasihnya, dan cincin itu adalah hadiah terakhirku untukknya sebagai kekasihnya.

0 comments:

Post a Comment