[FANFICTION] Just Three Months...


Cast : Choi Minho, Kim Yoong Ae [author], Lee Eun Jae
 
"Baiklah, kau bisa duduk dibelakang sana." kata pak guru pada anak baru itu. Tampangya yang dingin dan gayanya yang menurutku sih cool, membuatnya terlihat angkuh tapi keren. Dengan cueknya ia melewatiku dan duduk tepat dibelakangku.

"Aigo, murid baru itu keren sekali. Beruntung sekali ia duduk dibelakangmu." kata Eun Jae saat istirahat. Aku hanya diam saja dan kembali melanjutkan meminum sodaku.
"Ya, Yoong Ae-ah. Kenapa diam saja?"
"Memang kau mau dengar apa dari aku?"
"Setidaknya ngomong apa kek, biar aku ga kayak ngomong sendiri." Eun Jae terus membicarakan anak baru itu tanpa henti. Tapi, namanya siapa ya? Kok aku lupa... -,-

Aku kembali lagi ke kelasku. Bahkan sampai didepan kelasku pun, Eun Jae masih membicarakan tentang anak baru itu.
"Upss... Emm, Yoong Ae sampai nanti ya." Eun Jae langsung berhenti bicara saat ternyata kita secara tidak sengaja hampir menabrak anak baru itu. Aku hanya diam saja dan Eun Jae langsung ngacir kembali ke kelasnya.
"Yoong Ae?" panggil anak baru itu.
"Ne, waeyo?"
"Emmm... Aku hanya mau pinjam catatan pelajaran yang kemarin-kemarin."
"Oh, boleh-boleh. Tapi semuanya ada dirumah. Ottokhe?"
"Kalau begitu, nanti pulang sekolah nanti aku kerumahmu." Deg! Aigo, kenapa tiba-tiba jadi gugup gini? Ngomong-ngomong, kenapa dia tidak pinjam teman sebangkunya sendiri?

"Jadi, apa alasanmu pindah kesini?" tanyaku pada Minho si anak baru itu saat di perjalanan menuju rumahku.
"Aku pindah karena aku memang ingin." jelasnya singkat.
"Oh, kukira karena orang tuamu di pindah tugaskan kesini."
"Anio, mereka sudah tidak ada."
"Oh, mianhae Minho-ssi."
"Ne, gwencaha. Aku sudah terbiasa."
"Lalu sekarang kau tinggal dengan siapa? Kakakmu?"
"Anio, aku tinggal dengan nenek dan bibiku. Aku tidak punya kakak karena aku anak tunggal."
"Oh, begitu. Ngomong-ngomong kau tadi bilang kau pindah karena memang ingin pindah, maksudnya apa?"
"Aku merasa tidak nyaman dengan sekolahku yang lama, jadi aku pindah saja."
"Hanya karena hal itu kau pindah? Memangnya kau sebelumnya sekolah dimana?"
"Di Seoul International High School, wae?"
"Aigo~ Kau ini bagaimana? Yang lain bermimpi bersekolah disana, kenapa kau malah pindah???"
"Sekolah itu memang bagus, tapi tidak dengan perilaku murid-muridnya. Tidak ada yang namanya teman sejati disana. Disana kau berteman hanya dengan yang sederajat denganmu, memanfaat kepintarannya dan sekali ia berkhianat mungkin kau akan membencinya sampai kapanpun."
"Apa itu terjadi padamu?"
"Sebenarnya iya, tapi aku termasuk murid baik-baik. Itu membuat nenekku sedikit berat menyetujui kepindahanku, dan memberiku beberapa syarat."
"Kalau aku jadi nenekmu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Apa saja syaratnya?"
"Ne, semuanya juga pasti begitu. Syarat pertama, aku harus meneruskan bisnis ayahku."
"Itu mudah menurutku, kecuali kalau kau tidak suka. Itu akan membuatnya lebih susah. Syarat selanjutnya?"
"Itu memang mudah, kata siapa sulit? Aku sudah belajar menjalankan bisnis sejak tiga tahun lalu. Syarat selanjutnya, aku harus meneruskan studiku di Amerika tiga bulan lagi."

Kami terus ngobrol sampai kami tiba dirumahku. Karena rumahku sedang kosong, langsung saja aku dan Minho menuju kamarku.
"Aku tidak yakin kau mau mencatat ulang semuanya." tanyaku sambil mengeluarkan buku catatan pelajaran tiga hari yang lalu.
"Aku memang tidak akan mencatat semuanya. Beberapa sudah pernah kucatat sebelumnya. Ngomong-ngomong, tadi itu siapa ya?” aku tidak yakin siapa yang dimaksud Minho, aku asal jawab saja :b
“Eun Jae, dia sahabatku. Wae?”
“Anio, dia manis.” Jawabnya sambil pelan, sepertinya dia tersipu.
“Akan ku bilangkan padanya kalau kau menyukainya.” Kebetulan sekali Eun Jae juga menyukai Minho, ini memang kebetulan sekali.
“Anio, aku hanya bilang dia manis. Aku kan tidak bilang menyukainya.” Tiba-tiba Minho berubah menjadi sinis, mungkin dia salah tingkah.
"Sepertinya, aku sudah dijodohkan dengan nenekku, tapi aku punya pilihan sendiri." jawabnya masih dengan nada yang datar.

Sejak saat itu, aku dan Minho berteman. Kami bersahabat. Dia sering sekali main kerumahku. Terkadang, aku teringat lagi sisa waktunya. Tiga bulan itu cukup singkat. Cepat juga dia akan meninggalkan Korea. Padahal aku menikmati pertemanan kita.

"Jadi, besok ya?" tanyaku saat pulang sekolah pada Minho.
"Ne, tidak terasa secepat iini. Tiba-tiba jadi aneh." jawabnya sambil terus menikmati es krimnya.
"Jangan lupakan aku ya?" kataku, sedikit terisak. Dia lantas melirikku. Cepat-cepat aku bersikap biasa saja, meski sebenarnya ingin menangis.
"Aku tahu, sudah jangan menangis." katanya sambil berdiri di depanku.
"Hah? Tidak, aku tidak."
"Yoong Ae, tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk mengenalmu luar dan dalam. Aku tahu semua tabiatmu. Tanpa kau beri tahu, aku tahu keinginanmu. Kau kira aku mau begitu saja dikirim keluar negeri? Tidak, Yoong Ae. Sebenarnya aku tidak bisa."
"Lalu kenapa kau pergi?" karena dia sudah tahu, akhirnya tumpah juga air mataku.
"Yoong Ae, ada hal didunia ini yang harus kita kerjakan meskipun tidak kita hendaki."
"Meski itu akan menyakitikan?"
"Aku tidak punya pilihan. Emm... Aku janji, dua tahun lagi aku akan kembali."
"Aku tidak mengharapkanmu kembali, aku mengharapkan kau untuk tidak pergi." Air mataku semakin deras mengalir. Tiba-tiba saja Minho memelukku. Pelukannya hangat, seperti biasa sanggup menenangkanku.
"Tapi kumohon, peganglah janjiku. Dua tahun lagi, aku akan kembali. Kau mau kan?" kata Minho seraya berbisik kearahku. Aku hanya mengangguk. Pelukannya sanggup menghipnotisku. Meski sebenarnya aku tidak mau menjawab iya.

Aku terus duduk dengan gugupnya. Menggenggam tangannya yang hangat. Tidak ada satu kata pun dari ucapan Eun Jae yang masuk kepikiranku. Minho berkali-kali menenangkanku. Hah, saat seperti ini harusnya aku yang menenangkannya. Hampir setengah jam kami semua menunggu pesawat yang akan membawa Minho pergi dari Korea, dari sisi ku, dari hadapanku. Memikirkannya membuatku semakin gugup.

"Aku harus pergi." kata Minho saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan membawanya di umumkan.
"Ne, jaga dirimu baik-baik." jawab nenek dan bibi Minho.
"Yoong Ae, kau mau pegang janjiku kan?" sekali lagi dia memastikan. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa, aku hanya bisa mengangguk dan terus menangisi kepergiannya.
"Eun Jae, jaga Yoong Ae ya?"
"Ne, aku akan menjaganya. Jangan khawatir."
"Yoong Ae," kata Minho lagi.
"Satu lagi yang harus kau ketahui. Aku sudah punya pilihan." tampangnya mengiisyaratkan penyesalan dan sejenak aku tersentak.
"Maaf aku baru memberitahukanmu." sambungnya. Perkataannya semakin membuatku terdiam dan semakin deras menumpahkan air mataku.
"Dari awal, aku sudah memilihnya. Dan tiga bulan waktu yang kubutuhkan untuk mengenalnya luar dan dalam. Tiga bulan waktu yang kubutuhkan untuk mengetahui semua tabiatnya. Dan tanpa diberi tahu pun, aku tahu keinginannya. Keinginannya yang sulit ku tolak, membuatku ingin tetap tinggal. Membuatku ingin tetap disisinya." kata Minho panjang lebar. Dan semangatku pulih. Air mataku terhenti.
"Maka dua tahun adalah waktu yang cukup untuk membuatmu kembali lagi kepadaku." kataku sambil memeluknya.
"Aku pegang janjimu." kataku lirih dan dia hanya mengangguk.

0 comments:

Post a Comment